Senin, 19 Maret 2012

Makalah Teori-teori Perkembangan


TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK

Dosen Pembimbing :  Hendro Widodo, M.Pd





















Disusun Oleh :

Heri Agus Stianto              (10690012)
M. Allamulhuda                 (10690050)



Prodi Pendidikan Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2012


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK” ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Rasullullah Muhammad SAW sebagai pembawa revolusioner sejati, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya sampaihari kiamat.Amin
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari peran dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Kerena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sehingg kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin




Yogyakarta, 4 Maret 2012

                                                               Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya (non fisik) dinamakan perkembanga psikologis.
Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati. [1] Dimana dalam makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru dalam memahami tingkah laku dan mendidik anak-anaknya.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut. Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.


BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK

40_67
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
(Q.S Al-:Mu’min :40:67).
Jauh sebelum para ahli psikologi dan pendidikan anak mengemukakan mengenai teori-teori perkembangan anak, terlebih dahulu Allah telah menerangkannya di dalam Al-Qur’an, yaitu yang terdapat dalam surat Al-mu’min ayat 40. Sebagaimana yang tertulis di atas tersebut.
  1. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Apa asebenarnya pengertian perkembangan itu? Istilah perkembangan (development) dan pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hampir sama. Keduanya dapat diartikan adanya perubahan dari keadaan sesuatu kekeadaan yang lain. Namun pada istilah pertumbuhan dititik beratkan pada perubahan fisik, sedangkan istilah perkembangan digunakan kalau lebih menekankan pada perubahan psikis.
Sebagaimana Monks dkk. menuliskan istilah pertumbuhan khusus dimaksudkan bagi pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala psikologik yang Nampak.[2]  Dan tidak dapat disangkal bahwasannya pertumbuhan fisik mempengaruhin perkembamngan psikis, karena keduanya memang tidak dapat dipisahkan.
Dalam penjelasan mengenai teori perkembangan terdapat perbedaan di dalam memahami apa yang termasuk dalam perkembangan dan mengenai cara perkembangan berlangsung. Namun terdapat beberapa prinsip umum yang didukung hampir semua ahli, yaitu :
a.       Manusia berkembang dalam tingkat yang berbeda
Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan contoh mengenai tingkat perkembangan yang berbeda. Beberapa siswa akan lebih besar, terkoordinasi lebih baik, atau lebih dewasa dibannding dengan yabg lainnya.
b.      Perkembangan relatif runtut
Orang cenderung mengembangkan kemampuan tertantu sebelum kemampuan yang lain.
c.       Perkembangan berjalan secara gradual
Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari. Jadi di dalam perkembangan manusia membutuhkan waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif sangat lambat dan tidak setiap hari berlangsung.[3]

  1. TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
Dalam makalah ini kita (penulis) akan membahas mengenai teori-teori perkembangan, yang diantaranya yaitu :

1.    Teori Nativisme ( Teori yang Berorientasi pada Biologi )[4]
            Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.

Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.

Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.

Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.

2.    Teori Empirisme ( Teori Lingkungan )[5]
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.

Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.

Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya.

Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajaiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.


3.    Teori Konvergens[6]
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.

Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.

Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan  (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.

Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justreru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.

Al-Qur’an dan hadist sendiri  sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam  hal ini, Al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejak lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut Al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

4.    Teori Interaksionisme[7]
            Teoritikus yang terkenal adalah Piaget. Menurut, cara-cara berpikir tertentu sangat sederhana bagi seorang dewasa, tidaklah sesederhaana pemikiran yang dilakukan seorang anak. Terdapat batas-batas tertentu pada anak atas materi yang dapat diajarakan pada satu waktu tertentu dalam masa kehidupan anak tersebut.
Teori Piaget menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan  kognitif yang sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang sama dengan cara yang sungguh sama.
Empat tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu :
a.       Masa Bayi (Bakita) : Tingkat Sensomotori
Periode perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari indera (sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi terbesar bayi adalah kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan ayau tidak.
Prestasi besar kedua periode sensormotor adalah mukainya tindakan dengan tujuan terarah yang logis. Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.
b.      Masa Anak-anak Awal : Tingkat Pra-Operasional
Itelegensi sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi, atau tindakan yang dilakukan secara mental atau berani.
Menurut Piaget, langkah awal tindakan berpikir adalah interalisasi tindakan. Pada akhir tingkat sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema tindakan.
c.       Tingkat Operasional Konkrit
Pada masa ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini. Krakter dasar tingkat ini adalah bahwasannya siswa mengetahui :
·         Stabilitas logis dunia fisik
·         Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan tetap banyak menjaga banyak karakter aslinya
·         Bahwa perubahan-perubahan ini di balik
d.      Tingkat Operasional Formal
Pada tingkat operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem, bagian-bagian saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita kenal sebagai alasan ilmiah. Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang diisolasi atau dikontrol.
Untuk jelasnya dibawah ini adalah tabel perkembangan kognitif versi Piaget[8] :
Tingkat
Usia yang sesuai
karakter
Sensomotor
0-2 tahun
Mulai menggunakan imitasi (meniru), memori, dan pikiran mulai mengetahui bahwa objek tidak sirna ketika hilang, berubahnya dari tindakan refleks menuju tindakan yang terarah
Pra-Operasional
2-7 tahun
Mulai berkembangan bahasa dan kemampuan berpikir dengan bentuk simbolis
Mampu memikirkan operasi secara logis
Memiliki kesulitan mengetahui sufut pandang orang lain
Operasional Konkrit
7-11 tahun
Mampu memecahkan masalah-masalah konkrit dengan cara logis
Memahami hukum perlindungan
Operasional Formal
11-15 tahun
Mampu memecahkan masalah abstrak dengan cara logis
Pemikiran menjadi lebih ilmiah
Mengembangkan terhadap isu-isu sosial

5.    Teori Psikodinamika
            Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-spek psikologi tersebut. Yang umumya terjadi pada masa kanak-kanak dini. Para teoritisi psikodinamik percaya bahwa perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman sosial dan emosional mereka. Perkembangan seorang anak terjadi pada serangkaian tahap. Pada masing-masing tahap anak mengalami konflik-konflik internal yang harus diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya. Teori Psikodinamik dalam psikologi perkembangan banyak dipengaruhi oleh Sigmund Freud dan Eric Erikson.
            Kelemahan teori ini adalah tidak dapat dibuktikan secara empirc. Teori ini menitik beratkan pada perkembangan sosio-afektif. Bila dala teori ini seksualitas menduduki tempat yang utama perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu mati) lalu berjalan bersama-sama. Jadi kalau seksualitas ditekan karena norma pendidikan orang tua, maka agresi akan ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
Mengenai perkembangan pada anak sendiri dapat di jelaskan beberapa macam perkembangan sebagai berikut, yaitu :
A.   Perkembangan Psikoseksual / Psikoanalitis
Sigmund Freud berfikir bahwa kepribadian orang dewasa ditentukan oleh cara-cara mengatasi konflik antara sumber-sumber kesenangan oral, anal, alat kelamin, serta tuntutan-tuntutan realitas. Bila konflik ini tidak diatasi, individu dapatmengalami perasaan yang mendalam pada tahapan perkembangan sikoseksual tertentu.
Teroi Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku. Freud berpikir bahwa dorongan seks dan instink dan dorongan agresif adalah penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang bekerja menurut prinsip kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga komponen, yaitu: id, ego dan superego.
·         Id, merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur bilogis, termasuk di dalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih dasar .
·         Ego, merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan .
·         Superego, adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-niali tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat.
Sedangkan dalam perkembangan psikoseksual anak sendiri Freud mengemukakan bahwasannya, perkembangan anak dibagi dalam beberapa tahap atau fase, yaitu:
     a. Fase oral (0-11 bulan)
·         Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap serta  ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.
·         Masalah  yang diperoleh pada tahap ini  adalah menyapih dan makan.

      b. Fase anal (1-3 tahun)
·         Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri,sangat egoistik, mulai   mempelajari struktur tubuhnya.
·         Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan.
·         Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya.
·         Untuk itu  toilet training adalah waktu yang tepat  dilakukan dalam periode ini.
·         Masalah yang yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran) dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.


c. Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
·      Kehidupan anak berpusat  pada genetalia dan area tubuh yang sensitif.  
·      Anak mulai suka pada lain jenis.
·       Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin.
·       Anak  mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).

d. Fase laten (6-12 tahun)
·      Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi  pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya.
·       Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih menyukai teman dengan jeni skelamin yang sama, demikian juga sebaliknya.
·      Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi (Ortu harus bijaksana dan merespon)   
·      Oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya ortu waspada ( Peran ibu dan bapak sangat penting dlm melakukan pendekatan dengan anak).

e. Fase genital (12-18 tahun)
·      Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.

B. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson  )
      Eric Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikosialis dari Freud. Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun menambahkan dasar dasri orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan psikososial.
            Secara umum, Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri dari tugas yang khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau krisis bilamana tidak dapat melampaui denagn baik. Semakin individu tersebut mampu melampaui krisis, maka akan semakin sehat perkembangannya. Adapun delapan tahapan perkembangan psikososial sepanjang siklus kehidupan manusia dijelaskan sebagai berikut :
a.    Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
·         Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik ortu maupun orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
·         Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tida percaya.

b. Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
·         Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik  kasar,halus  : berjinjit , memanjat,  berbicara dll.
·         Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi  atau tidak diberikan natau kebebasan anak  dan menuntut tinggi harapan anak.

c. Tahap inisiatif vesrus rasa bersalah (3 – 6 tahun ).
·      Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya.
·      Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu  sebagai prestasinya.
·      Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri anak.

d. Tekun versus rasa rendah diri (6-12 tahun)
·         Anak akan belajar untuk bekerjasama  dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama.
·         Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu.
·         Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan timbul rasa inferiorty ( rendah diri ).
·         Reinforcement dari ortu atau orang lain  menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.

e. Tahap identitas dan kebingungan identitas ( 12-20 tahun)
·         Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian.
·          Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.

       f. Keakraban versus keterkucilan (20-30 tahun)
·      Individu menghadapi tugas perkembangan relasi intim dengan orang lain.
     Saaat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab dengan oranglain, maka keintiman akan tercapai, namun bila tidak maka akan terjadi isolas.

  g. Bangkit versus tetap-mandeg ( 40-50 tahun )
·      persoalan utama pada fase ini adalah mmbantu generasi muda mengembangkan/mengarahkan kehidupaan yang lebih berguna.

  h. Keutuhan dan keputusasaaan ( 50 tahun keatas)
·      pada tahun-tahun terakhir kehidupan, kita menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dengan kehidupan kita.
·      Jika manusia usia lanjut menyelesaikan hanya tahap sebelumnya secara negatif, pandangan retrospektif cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemurangan yang disebut erikson sebagai despair (putus asa)


BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian makalh diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai garis besar dari makalah ini, yaitu bahwasannya terdapat berbagai macam mengenai teori perkembangan anak, diantaranya yaitu:

1.      Teori Nativisme
Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
2.      Teori Empirisme
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
3.      Teori Konvergensi
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
4.      Teori Interaksionisme
Teori ini menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan  kognitif yang sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang sama dengan cara yang sungguh sama.
5.      Teori Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-spek psikologi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Thomas. 2003. Sekolah Para Juara. Primagama :Bandung
Bahruddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & PEmbelajaran. Ar-Ruz Media :Yogyakrta.
Tim Penulis Buku Psikologi Pendidikan. 1993.  Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorraine McCune. 2004. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). Inisiasi Press : Jakarta.









[1] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 56.
[2] Tim Penulis Buku Psikologis Pendidikan. Psikologi Pendidikan. Hal 22-23
[3] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 57-58
[7] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 60

[8] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 68

1 komentar: