TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK
Dosen Pembimbing : Hendro
Widodo, M.Pd
Disusun Oleh :
Heri Agus Stianto (10690012)
M. Allamulhuda (10690050)
Prodi Pendidikan Fisika
Fakultas Sains dan
Teknologi
Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa
penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat, hidayah,
kasih sayang dan barokah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“TEORI-TEORI PERKEMBANGAN ANAK” ini. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Rasullullah Muhammad
SAW sebagai pembawa revolusioner sejati, beserta keluarga, para sahabat dan
umatnya sampaihari kiamat.Amin
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian
makalah ini tidak terlepas dari peran dan sumbangsih pemikiran serta intervensi
dari banyak pihak. Kerena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sehingg kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam
kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu
perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan
sehari-hari perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan,
sedangkan pada yang lainnya (non fisik) dinamakan perkembanga psikologis.
Perkembangan
psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang muncul pada
diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati. [1] Dimana dalam makalah ini sedikit
banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat
membantu orangtua atau guru dalam memahami tingkah laku dan mendidik
anak-anaknya.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau
orang tua tidak salah dalam mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik
atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang salah dalam pengambilan
tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya atau anaknya
sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak
berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat
langkah dari anak-anak tersebut. Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita
malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para anak-anak sudah dapat terbang
kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
ANAK
Dia-lah yang
menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan
sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
(Q.S Al-:Mu’min
:40:67).
Jauh sebelum para ahli psikologi
dan pendidikan anak mengemukakan mengenai teori-teori perkembangan anak,
terlebih dahulu Allah telah menerangkannya di dalam Al-Qur’an, yaitu yang
terdapat dalam surat Al-mu’min ayat 40. Sebagaimana
yang tertulis di atas tersebut.
- PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Apa asebenarnya pengertian
perkembangan itu? Istilah perkembangan (development)
dan pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hampir sama. Keduanya dapat
diartikan adanya perubahan dari keadaan sesuatu kekeadaan yang lain. Namun pada
istilah pertumbuhan dititik beratkan pada perubahan fisik, sedangkan istilah
perkembangan digunakan kalau lebih menekankan pada perubahan psikis.
Sebagaimana Monks dkk. menuliskan istilah pertumbuhan
khusus dimaksudkan bagi pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik
yang murni, sedangkan istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat
yang khas mengenai gejala psikologik yang Nampak.[2] Dan tidak dapat disangkal bahwasannya
pertumbuhan fisik mempengaruhin perkembamngan psikis, karena keduanya memang
tidak dapat dipisahkan.
Dalam penjelasan mengenai teori
perkembangan terdapat perbedaan di dalam memahami apa yang termasuk dalam
perkembangan dan mengenai cara perkembangan berlangsung. Namun terdapat
beberapa prinsip umum yang didukung hampir semua ahli, yaitu :
a.
Manusia
berkembang dalam tingkat yang berbeda
Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan
contoh mengenai tingkat perkembangan yang berbeda. Beberapa siswa akan lebih
besar, terkoordinasi lebih baik, atau lebih dewasa dibannding dengan yabg
lainnya.
b. Perkembangan relatif runtut
Orang cenderung mengembangkan kemampuan tertantu
sebelum kemampuan yang lain.
c. Perkembangan berjalan secara gradual
Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari. Jadi
di dalam perkembangan manusia membutuhkan waktu, dan perkembangan itu berjalan
relatif sangat lambat dan tidak setiap hari berlangsung.[3]
- TEORI-TEORI PERKEMBANGAN
Dalam makalah ini kita (penulis) akan membahas mengenai teori-teori
perkembangan, yang diantaranya yaitu :
Aliran nativisme berasal dari
kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu
kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan
ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka
kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi
itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu,
hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak
didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang
baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan
anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses
belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya
sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka
dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia
menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat
dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur
Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli
filsafat dan pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa
pentingnya inti privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan
sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak
juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu
bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih
banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam
menuju kedewasaan.
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran
nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya
pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak
manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa
apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik
besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme
bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi
eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh
anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof
Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”,
yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik
yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini,
seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar peserta
didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini
berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar
sebagai sasaran kajaiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama
sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari
pihak pendidik dalam mengajar mereka.
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen,
artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa
perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan,
kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau
disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan
itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap
anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya,
akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan,
jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern
(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik
tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi
seorang anak yang memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik
yang mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini
berarti bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan
seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme,
empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan
bahwa kedua aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai
kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif
dengan cirinya ekstrim berat sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir
(konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya.
Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang
paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan
dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda
antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa
seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut
aliran empirisme bahwa justreru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik
tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan
bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an dan hadist sendiri sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam
menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran
yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, Al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan
seorang anak (peserta didik) sejak lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini
adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut Al-Qur’an
di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima
pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat
pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Teoritikus yang terkenal adalah Piaget. Menurut, cara-cara berpikir
tertentu sangat sederhana bagi seorang dewasa, tidaklah sesederhaana pemikiran
yang dilakukan seorang anak. Terdapat batas-batas tertentu pada anak atas
materi yang dapat diajarakan pada satu waktu tertentu dalam masa kehidupan anak
tersebut.
Teori Piaget
menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia percaya
bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan kognitif yang sama dalam masa perkembangannya.
Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang sama dengan cara yang sungguh
sama.
Empat tingkat
perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu :
a. Masa Bayi (Bakita) : Tingkat Sensomotori
Periode perkembangan
pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari indera (sensori)
dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor) bayi. Prestasi terbesar bayi
adalah kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar jangkauannya, baik yang
bayi mampi rasakan ayau tidak.
Prestasi besar
kedua periode sensormotor adalah mukainya tindakan dengan tujuan terarah yang
logis. Memikirkan mengenai benda yang akrab atau disenangi oleh bayi.
b. Masa Anak-anak Awal : Tingkat Pra-Operasional
Itelegensi sensormotor
sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan atau mengingat informasi. Untuk
itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget sebagai operasi, atau tindakan yang
dilakukan secara mental atau berani.
Menurut Piaget,
langkah awal tindakan berpikir adalah interalisasi tindakan. Pada akhir tingkat
sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema tindakan.
c. Tingkat Operasional Konkrit
Pada masa
ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis. Piaget menggunakan kata
operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran siap pakai ini. Krakter
dasar tingkat ini adalah bahwasannya siswa mengetahui :
·
Stabilitas logis
dunia fisik
·
Fakta bahwa
elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan tetap banyak menjaga
banyak karakter aslinya
·
Bahwa perubahan-perubahan
ini di balik
d. Tingkat Operasional Formal
Pada tingkat
operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus menguat. Pemikiran formak
adlah mampu membalik, internal, dan mampu terorganisir dalam sistem,
bagian-bagian saling bergantung. Operasi formal mencakup apa yang biasa kita
kenal sebagai alasan ilmiah. Hipotesa dapat dibuat dan eksperimen mentak
berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang diisolasi atau dikontrol.
Untuk jelasnya dibawah ini adalah
tabel perkembangan kognitif versi Piaget[8] :
Tingkat
|
Usia yang sesuai
|
karakter
|
Sensomotor
|
0-2 tahun
|
Mulai menggunakan imitasi
(meniru), memori, dan pikiran mulai mengetahui bahwa objek tidak sirna ketika
hilang, berubahnya dari tindakan refleks menuju tindakan yang terarah
|
Pra-Operasional
|
2-7 tahun
|
Mulai berkembangan bahasa
dan kemampuan berpikir dengan bentuk simbolis
Mampu memikirkan operasi
secara logis
Memiliki kesulitan
mengetahui sufut pandang orang lain
|
Operasional Konkrit
|
7-11 tahun
|
Mampu memecahkan
masalah-masalah konkrit dengan cara logis
Memahami hukum perlindungan
|
Operasional Formal
|
11-15 tahun
|
Mampu memecahkan masalah
abstrak dengan cara logis
Pemikiran menjadi lebih
ilmiah
Mengembangkan terhadap
isu-isu sosial
|
5.
Teori Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan
perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini
adalah motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini
mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari
aspek-spek psikologi tersebut. Yang umumya terjadi pada masa kanak-kanak dini.
Para teoritisi psikodinamik percaya bahwa perkembangan merupakan suatu proses
aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau
impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta pengalaman-pengalaman
sosial dan emosional mereka. Perkembangan seorang anak terjadi pada serangkaian
tahap. Pada masing-masing tahap anak mengalami konflik-konflik internal yang
harus diselesaikan sebelum memasuki tahap berikutnya. Teori Psikodinamik dalam
psikologi perkembangan banyak dipengaruhi oleh Sigmund Freud dan Eric Erikson.
Kelemahan
teori ini adalah tidak dapat dibuktikan secara empirc. Teori ini menitik
beratkan pada perkembangan sosio-afektif. Bila dala teori ini seksualitas
menduduki tempat yang utama perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi
(sebagai pernyataan nafsu mati) lalu berjalan bersama-sama. Jadi kalau
seksualitas ditekan karena norma pendidikan orang tua, maka agresi akan ditekan
juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan kepribadian
anak.
Mengenai perkembangan pada anak
sendiri dapat di jelaskan beberapa macam perkembangan sebagai berikut, yaitu :
A.
Perkembangan Psikoseksual / Psikoanalitis
Sigmund Freud berfikir bahwa
kepribadian orang dewasa ditentukan oleh cara-cara mengatasi konflik antara
sumber-sumber kesenangan oral, anal, alat kelamin, serta tuntutan-tuntutan
realitas. Bila konflik ini tidak diatasi, individu dapatmengalami perasaan yang
mendalam pada tahapan perkembangan sikoseksual tertentu.
Teroi
Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal
dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku. Freud berpikir bahwa
dorongan seks dan instink dan dorongan agresif adalah penentu utama dari
perilaku, atau bahwa orang bekerja menurut prinsip kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian
tersusun dari tiga komponen, yaitu: id, ego dan superego.
·
Id,
merupakan aspek biologis
kepribadian karena berisikan unsur-unsur bilogis, termasuk di dalamnya
dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih dasar .
·
Ego,
merupakan aspek
psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan
secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan
instinktif organisme dengan keadaan lingkungan .
·
Superego,
adalah aspek sosiologis
kepribadian karena merupakan wakil nilai-niali tradisional dan cita-cita
masyarakat sebagaimana ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui
berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah memutuskan
apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan
norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat.
Sedangkan dalam perkembangan psikoseksual anak sendiri Freud mengemukakan bahwasannya, perkembangan
anak dibagi dalam beberapa tahap atau fase, yaitu:
a. Fase oral (0-11 bulan)
·
Selama masa bayi, sumber
kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap
serta ketergantungan yang sangat tinggi
dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.
·
Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah menyapih dan makan.
b. Fase anal (1-3 tahun)
·
Kehidupan anak berpusat pada
kesenangan anak terhadap dirinya sendiri,sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya.
·
Pada fase ini tugas yang dapat
dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan.
·
Anak senang menahan feses,
bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya.
·
Untuk itu toilet
training adalah waktu yang tepat
dilakukan dalam periode ini.
·
Masalah yang yang dapat
diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran) dan bersifat
impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
c. Fase
phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
· Kehidupan anak berpusat pada
genetalia dan area tubuh yang sensitif.
· Anak mulai suka pada lain jenis.
· Anak mulai mempelajari adanya
perbedaan jenis kelamin.
· Anak mulai memahami identitas gender ( anak sering
meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).
d. Fase laten
(6-12 tahun)
· Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik
dan psikologis untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya.
· Pada awal fase laten ,anak
perempuan lebih menyukai teman dengan jeni skelamin yang sama, demikian juga
sebaliknya.
· Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi
(Ortu harus bijaksana dan merespon)
· Oleh karena itu apabila ada anak tidak
pernah bertanya tentang seks, sebaiknya ortu waspada ( Peran ibu dan bapak
sangat penting dlm melakukan pendekatan dengan anak).
e. Fase genital
(12-18 tahun)
· Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta
yang matang terhadap lawan jenis.
B. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson )
Eric Erikson merupakan penganut teori
psikodinamika atau psikosialis dari Freud. Erikson menerima dasar-dasar
orientasi umum dari Freud, namun menambahkan dasar dasri orientasi teorinya
mengenai tahapan perkembangan psikososial.
Secara
umum, Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan perubahan perkembangan
sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri dari tugas yang
khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau krisis bilamana
tidak dapat melampaui denagn baik. Semakin individu tersebut mampu melampaui
krisis, maka akan semakin sehat perkembangannya. Adapun delapan tahapan
perkembangan psikososial sepanjang siklus kehidupan manusia dijelaskan sebagai
berikut :
a.
Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
·
Pada tahap ini bayi sudah
terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik ortu maupun orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
·
Kegagalan pada tahap ini
apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa
tida percaya.
b. Tahap otonomi
versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
·
Anak sudah mulai mencoba dan
mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik
kasar,halus : berjinjit ,
memanjat, berbicara dll.
·
Sebaliknya perasaan malu dan
ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan natau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
c. Tahap
inisiatif vesrus rasa bersalah (3 – 6 tahun ).
· Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru
secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya.
· Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu sebagai prestasinya.
· Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul
rasa bersalah pada diri anak.
d. Tekun
versus rasa rendah diri (6-12 tahun)
·
Anak akan belajar untuk
bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan
akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama.
·
Anak selalu berusaha untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini rajin dalam
melakukan sesuatu.
·
Apabila dalam tahap ini anak
terlalu mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya
maka akan timbul rasa inferiorty ( rendah diri ).
·
Reinforcement dari ortu atau
orang lain menjadi begitu penting untuk
menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.
e. Tahap
identitas dan kebingungan identitas (
12-20 tahun)
·
Pada tahap ini terjadi
perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan usia, perubahan
hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian.
·
Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana
hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.
f. Keakraban versus keterkucilan (20-30
tahun)
· Individu menghadapi tugas perkembangan relasi
intim dengan orang lain.
Saaat anak muda membentuk
persahabatan yang sehat dan relasi akrab dengan oranglain, maka keintiman akan
tercapai, namun bila tidak maka akan terjadi isolas.
g. Bangkit
versus tetap-mandeg ( 40-50 tahun )
· persoalan utama pada fase ini adalah mmbantu
generasi muda mengembangkan/mengarahkan kehidupaan yang lebih berguna.
h. Keutuhan
dan keputusasaaan ( 50 tahun keatas)
· pada tahun-tahun terakhir kehidupan, kita menoleh
kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dengan kehidupan kita.
· Jika manusia usia lanjut menyelesaikan hanya tahap
sebelumnya secara negatif, pandangan retrospektif cenderung akan menghasilkan
rasa bersalah atau kemurangan yang disebut erikson sebagai despair (putus asa)
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian makalh diatas maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai garis besar dari makalah ini, yaitu bahwasannya
terdapat berbagai macam mengenai teori perkembangan anak, diantaranya yaitu:
1.
Teori Nativisme
Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa
aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor
yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata
dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya
pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
2. Teori Empirisme
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme
bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang
diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang
berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun
diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
3. Teori Konvergensi
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu
baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan
penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing
individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi
bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal
untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini
tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam
lingkungan masyarakat manusia.
4.
Teori Interaksionisme
Teori ini
menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah kemajuan tingkat. Ia percaya
bahwa semua orang muda melalui empat tingkat perkembangan kognitif yang sama dalam masa perkembangannya.
Selanjutnya, mereka melalui tingkat-tingkat yang sama dengan cara yang sungguh
sama.
5.
Teori Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori yang berupaya menjelaskan hakekat dan
perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang sangat diutamakan dalam teori ini
adalah motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan
bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-spek
psikologi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Thomas. 2003. Sekolah Para Juara. Primagama :Bandung
Bahruddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & PEmbelajaran. Ar-Ruz
Media :Yogyakrta.
Tim Penulis Buku Psikologi Pendidikan. 1993. Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta .
Woolfolk, Anita E dan Nicolich , Lorraine
McCune. 2004. Mengembangkan Kepribadian
& Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). Inisiasi Press : Jakarta .
[1]
Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi
PEmbelajaran I). hal 56.
[2]
Tim Penulis Buku Psikologis Pendidikan. Psikologi Pendidikan. Hal 22-23
[3]
Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi
PEmbelajaran I). hal 57-58
[7] Woolfolk,
Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan
Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 60
[8] Woolfolk,
Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan
Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 68
izin copy materinya. semoga bermanfaat.
BalasHapus